Maaf, halaman yang Anda cari di blog ini tidak ada.
Maaf, halaman yang Anda cari di blog ini tidak ada.
Langganan:
Postingan (Atom)
"Emansipasi wanita", kata itulah yang saat ini selalu menjadi topik pembicaraan yang hangat dan di gemari wanita-wanita di seluruh jagad dunia.
namun, apakah kata itu juga di junjung tinggi oleh wanita-wanita tersebut? Dewasa nya, banyak wanita yang salah mengartikan maksud dan tujuan dari kata itu. wanita memang sering di perlakukan tidak wajar oleh kaum pria, di tindas, di abaikan, kdrt, di remehkan dan di lecehkan. tapi apakah wanita itu sendiri telah melakukan kewajiban sesuai kodratnya?
Emansipasi wanita merupakan gagasan perjuangan R.A. Kartini dan para pemudi tempo dulu. Sampai kini, masih didengung oleh kaum mudi (baca: wanita) dalam memperjuangkan hak kesetaraan dengan kaum pria. Memang kehadiran wanita perlu diperhitungkan dalam kondisi apa pun di zaman modernsasi ini—terbebas dari belenggu ruang gerak sempit.
Dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, diterjemahan Armijn Pane (Balai Pustaka, 1982). Terdapat sebuah surat Kartini tertuju kepada Nn Zeehandelaar (6 November 1899): “Engkau bertanya, apakah asal mulanya aku terkurung dalam empat tembok tebal. Sangkamu tentu aku tinggal di dalam terungku atau serupa itu. Bukan. Stella, penjaraku rumah besar, berhalaman luas sekelilingnya, tetapi sekitar halaman itu ada tembok tinggi. Tembok inilah menjadi penjara kami. Bagaimana luasnya rumah dan pekarangan kami itu, bila senantiasa harus tinggal di sana sesak juga rasanya.”
Dalam surat diatas, Kartini menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki tak dikenal, dan harus bersedia dimadu. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa, dunianya hanya sebatas tembok rumah. Sebagai misal, Kartini saja hanya sampai usia 12 tahun diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School)—harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Gerakan emansipasi wanita telah berjasa besar dalam menghantarkan kaum wanita Indonesia menuju mimbar kehormatan dan gerbang kebebasan, harus dipahami kebebasan bukan berarti kebablasan. Realita melintas ditengah-tengah kehidupan modern, bahwa wanita tidak lagi dipandang sebelah mata, lebih dihargai dan dihormati. Dewasa ini, tak dapat dinapikkan telah banyak kaum wanita dalam meniti karier, pendidikan bahkan jabatan melebihi kaum pria, memang sudah menjadi tuntutan zaman.